Hikayat Fibonacci
Rasio Fibonacci cukup populer di
kalangan para teknikalis. Angka-angka yang dihasilkan dari perhitungan
rasio ini cukup membantu kita dalam menentukan level entry dan exit.
Rasio Fibonacci pertama kali
diperkenalkan oleh seorang ahli matematika abad pertengahan asal Italia.
Namanya Leonardo Fibonacci yang berasal dari kota Pisa. Ia
memperkenalkan deret angka yang rasionya terdapat dalam proporsi
bentuk-bentuk di alam. Deret angka tersebut juga ia libatkan dalam
perhitungan perkembangbiakan kelinci dalam situasi yang ideal. Di
kemudian hari, deret ini dikenal dengan deret Fibonacci atau angka
Fibonacci.
Trivia quiz untuk Anda:
berapakah yang muncul setelah 89? Kalau Anda menjawab dengan benar tanpa
bertanya pada om Google atau tante Wiki, maka sepertinya Anda memiliki
potensi yang besar untuk menjadi teknikalis handal.
Dari deret tersebutlah ditemukan ada
rasio yang paling ditemui di setiap bentuk benda di alam ini, yaitu
kira-kira 1 : 1.618 atau 0.618 : 1. Rasio ini yang kemudian disebut
sebagai “golden ratio”.
Itulah sedikit hikayat Fibonacci. Oke, kita akan segera keluar dari segala kerumitan matematika ini… (Akhirnya!)
Penerapan Dalam Trading: Fibonacci Retracement
Tenang, Anda sama sekali tidak perlu
menghitung rasio Fibonacci dalam praktek trading Forex. Platform trading yang
kita pakai (Metatrader) telah menyediakan tool yang sangat membantu kita
untuk mengaplikasikan ilmu warisan Fibonacci ini secara instan. Nama
tool tersebut adalah Fibonacci retracement.
Para trader menggunakan level-level yang
diberikan oleh Fibonacci retracement untuk membantu menentukan kisaran
area yang potensial sebagai support dan resistance. Tool ini bisa
dimanfaatkan dengan baik pada saat pasar sedang dalam keadaan
“trending”, baik itu saat up trend maupun down trend. Konsep dasar
penggunaan Fibonacci retracement adalah mencari peluang buy ketika harga
berada di kisaran support. Sebaliknya, kita bisa mencari peluang sell
ketika harga berada di kisaran resistance yang diperoleh dari Fibonacci
retracement.
Untuk bisa menemukan level-level
retracement, kita harus terlabih dahulu menemukan titik-titik tertinggi
dan terendah yang signifikan. Titik-titik tersebut kita sebut sebagai
“swing high” dan “swing low”.
Pada pergerakan di saat up trend, yang
kita lakukan adalah menarik Fibonacci retracement dari swing low ke
swing high seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini.
Sebaliknya, pada pergerakan di saat down
trend, yang kita lakukan adalah menarik Fibonacci retracement dari
swing high ke swing low seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini.
Terlihat dalam kedua gambar di atas
bahwa level-level Fibonacci yang kita gunakan dalam trading adalah level
0.0%, 23.6%, 38.2%, 50.0%, 61.8%, 76.4% dan 100.0%. Level-level itulah
yang kita jadikan sebagai acuan atau referensi untuk menentukan area
support dan resistance.
Dengan menggunakan Fibonacci retracement
ini, kita juga dapat mengambil beberapa level untuk kita jadikan area
referensi yang akan berguna untuk menentukan level entry. Level-level
yang populer adalah 38.2%, 50.0% dan 61.8%. Di kisaran level-level
tersebut seringkali muncul sinyal buy atau sell yang akurasinya cukup
tinggi.
Level-level Fibonacci retracement sebenarnya adalah level-level support dan resistance. Jadi, area
referensi untuk mencari sinyal sell sebenarnya adalah area resistance.
Dengan demikian, area referensi untuk mencari sinyal buy sebenarnya
adalah area support.
Strateginya mirip dengan bounce trading,
atau lebih tepatnya: swing trading. Kita menunggu pullback hingga ke
area referensi dan mencari apakah ada konfirmasi sinyal buy atau sell.
Namun karena kita belum mempelajari sinyal buy maupun sell, untuk
sementara kita menggunakan Fibonacci retracement saja dulu. Ketika
pergerakan harga tertahan di area referensi tersebut, maka kita bisa
mencoba untuk melakukan sell atau buy.
Sekarang, mari kita lihat aplikasinya pada grafik pergerakan harga.
Strategi Buy
Seperti yang sudah dijelaskan, kita bisa
memanfaatkan area referensi Fibonacci untuk mencari level buy. Tentu
saja hal ini kita lakukan pada saat up trend. Di bawah ini ada contoh
grafik berdasarkan pergerakan GBP/USD pada sekitar tanggal 3 November
2011 hingga 8 November 2011. Kita akan mempelajari praktek strategi buy
dengan menggunakan area referensi berdasarkan Fibonacci retracement.
Anda siap? Sebaiknya demikian.
Dalam contoh di atas kita telah
menggambar Fibonacci retracement dengan acuan swing low di 1.59445
(100.0%) dan swing high di 1.60630 (0.0%). Area yang berwarna kuning itu
adalah area referensi kita, di mana kita akan mencoba mencari
konfirmasi pantulan yang merupakan sinyal buy bagi kita. Di dalam area
referensi itu ada tiga level retracement, yaitu: 1.60177 (38.2%),
1.60038 (50.0%) dan 1.59898 (61.8%). Ketiga level ini merupakan support.
Kita menunggu sampai harga masuk ke area
referensi itu. Level terbaik untuk Buy adalah di sekitar 61.8%, namun
ada kalanya kita juga mendapatkan konfirmasi pantulan di sekitar 50.0%.
Nah, sekarang kita bisa melihat bahwa
harga berkali-kali mencoba menembus level 1.59898 (61.8%). Terlihat
level tersebut “diuji” hingga empat kali, namun selalu candlestick
ditutup di atas 1.59898. Ini merupakan pertanda bahwa support itu kuat
dan inilah saatnya kita melakukan buy, di sekitar 1.60038. Targetnya
adalah level 1.60630 (0.0%), sementara antisipasinya berada di exit
point (1) atau exit poit (2). Jadi kalau harga ternyata malah turun,
kita akan lepas posisi buy kita di salah satu dari kedua level tersebut.
Mengapa harus ada exit point? Untuk antisipasi jika ternyata pasar berkehendak lain, yang berlawanan dengan perkiraan kita. Ingat
selalu bahwa tidak ada analisis teknikal yang 100% benar. Analisis
teknikal hanya membantu kita untuk mendekati kebenaran. Lho,
terus bagaimana dong? Nanti, di level Advanced, kita juga akan
mempelajari mengenai manajemen resiko dan manajemen modal, yang kalau
dipadukan dengan pengetahuan analisis teknikal yang baik akan menjdi
senjata ampuh dalam trading. Semangat!
Mengapa ada dua exit point? Karena
seringkali tembusnya level 76.4% merupakan indikasi awal bahwa arah tren
akan berubah, sehingga banyak trader yang memilih untuk “bermain aman”
dengan melepas posisi mereka setelah level tersebut tembus (break).
Namun konfirmasi perubahan arah tren (reversal) sebenarnya adalah level
100.0%, sehingga para trader yang lebih “berani” memilih tembusnya level
tersebut sebagai exit point mereka. Jadi, ini lebih kepada style dan
mungkin kekuatan modal.
Oke kita lihat sekarang apa yang terjadi pada GBP/USD setelah kita melakukan buy.
Ternyata GBP/USD naik dan target kita tercapai! Indah bukan?
Strategi Sell
Strategi ini sebenarnya hanya merupakan
kebalikan dari strategi buy. Kalau strategi buy dilakukan pada saat up
trend, maka strategi sell ini dilaksakanan pada saat down trend.
Di bawah ini adalah grafik pergerakan EUR/USD.
Pada saat ini kita menunggu terjadi
pullback ke area referensi sell yang berada di kisaran antara 1.37461
(38.2%) hingga 1.38995 (61.8%). Di tengah-tengah ada level 50.0% yang
berada di level 1.38228. Ingat ya, ketiga level ini adalah level
resistance dan area referensi kita itu sebenarnya adalah area
resistance.
Nah, sekarang pullback telah terjadi dan
kita bisa melihat bahwa harga telah berada di dalam area referensi.
Perhatikan bahwa harga tidak mampu menembus ke atas level 1.38995
(61.8%), bahkan malah turun dan tembus ke bawah 1.38228 (50.0%). Inilah
sinyal bahwa kita boleh melakukan sell dengan target di level 1.34980
(0.0%). Jangan lupa, antisipasinya adalah di exit point (1) atau (2),
seandainya ternyata perkiraan kita salah.
Sekarang, mari kita lihat apa yang terjadi selanjutnya….
Yap, hari yang indah….
Memang aplikasi Fibonacci retracement
ini terlihat mudah. Nah, sekarang yang perlu juga untuk diketahui bahwa
sebenarnya tidak semudah itu. Kebanyakan kesalahan terjadi ketika
menentukan swing high dan swing low. Maka dari itu, diperlukan
pengamatan yang jeli dan latihan untuk mengasah ketajaman kita mengenali
swing high dan swing low. Juga, kesabaran untuk menanti konfirmasi di
area referensi mutlak diperlukan untuk bisa mempraktekkan teori ini
dengan baik.
Post a Comment